Article Detail
Psikologi Pembelajaran Matematika
Matematika biasanya dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit oleh anak-anak maupun orang dewasa. Pada sejumlah studi yang dilaksanakan oleh The Basic Skill Agency, misalnya, cukup banyak orang dewasa di Inggris yang ditemukan tidak memiliki kemampuan numerasi dasar (Bynner dan Steedman, 1995; Bynner dan Parsons, 1997), lebih besar daripada proposi orang dewasa yang buta huruf. Di sekolah, banyak murid tampaknya menjadi tidak tertarik dengan matematika, dan sering kali mempertanyakan relevansi dari begitu besarnya waktu yang dihabiskan untuk mengajarkan pelajaran ini. Bagaimanapun juga penelitian telah membuktikan pentingnya matematika di dalam kehidupan sehari-hari. Matematika lebih penting dibanding penerapan keterampilan numerasi dasar semata. Matematika juga merupakan “kendaraan” utama mengembangkan kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada anak-anak. Matematika juga memainkan peran penting di sejumlah bidang ilmiah lain, seperti fisika, teknik, dan statistik.
Maka dari itu diperlukan upaya untuk mendorong murid agar mau berpikir dan belajar matematika. Jean Piaget menekankan bahwa anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri, informasi tidak sekadar dituangkan ke dalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman.
Dalam pandangan Piaget, dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu ialah pengorganisasian dan penyesuaian. Piaget (1954) yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara, yaitu : asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi (assimilation) terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Akomodasi (accommodation) terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Sebagai contoh, meskipun anak-anak sudah mampu membilang sampai tingkat tertentu sebelum masuk sekolah (dasar), pemahaman mereka tentang makna angka-angka dan cardinality (mengetahui bahwa angka adalah hitungan yang bersifat absolut, sehingga empat permen hijau sama persis banyaknya dengan empat permen merah) masih belum kuat benar. Sharing (berbagi) adalah kegiatan lain yang dikuasai anak sebelum mereka memasuki sekolah, dan dalam kasus ini mereka tampak memahami konsep ini dengan baik. Anak-anak juga telah ditemukan mampu menambah dan mengurangkan angka-angka kecil, meskipun penelitian belum membuktikan apakah mereka memahami bahwa kedua operasi hitungan into inverse (berkebalikan).
Pengetahuan awal ini penting bagi belajar dan mengajar anak karena membilang, membagi, menambah, dan mengurangi membentuk dasar bagi banyak proses dan mengajar di sekolah. Dengan cara ini murid akan mempelajari relevansi matematika dengan “kehidupan nyata” dan mampu mentransfer pengetahuan yang dipelajarinya ke dunia luar sehingga mereka dapat benar-benar menggunakan matematika di dalam berbagai situasi sehari-hari.
Numerasi didasarkan pada penerapan logika
Anak-anak perlu mampu berpikir logis untuk dapat mengerjakan matematika. Logika sangat penting dalam belajar matematika. Bahkan operasi numerik dasar seperti membilang menyandarkan diri pada penerapan logika. Salah satu operasi logis yang harus dimengerti anak adalah ordinalitas, fakta bahwa angka-angka tertata secara berurutan berdasarkan besarnya. Logika sama pentingnya untuk operasi numerik yang lebih kompleks.
Numerasi berarti belajar tentang sistem konvensional
Tetapi, numerasi bukan sekadar menerapkan penerapan logika, tetapi juga menerapkan pemahaman tentang sejumlah konvensi (perjanjian) yang dibutuhkan untuk menguasai berbagai teknik matematika. Konvensi tersebut memberikan cara untuk merepresentasikan berbagai konsep, misalnya number set (kumpulan angka yang mungkin). Anak-anak tampaknya perlu belajar tentang cara menggunakan sistem-sistem ini dan menguasai logika di balik matematika.
Menggunakan strategi pengajaran efektif
Gaya pengajaran terstruktur yang dianjurkan oleh para peneliti pengajaran efektif juga berkorespondensi kuat dengan sifat pengetahuan matematika yang terstruktur. Pengajaran matematika yang efektif melibatkan pengajaran untuk tujuan memahami, menggunakan problem solving, dan lain-lain, maupun elemen rote learning (mempelajari setiap hal di luar kepala), dalam arti bahwa murid perlu menguasai sistem konvensional matematika dan mendapatkan kemampuan untuk menggunakan secara otomatis berbagai keterampilan seperti fakta-fakta perkalian dan times table yang memungkinkan mereka bekerja secara efisien dan membebaskan sebagian ruang di dalam ingatan untuk pekerjaan lain.
Menggunakan konteks-konteks riil
Kesulitan spesifik pengetahuan matematika bagi murid terletak pada sifat abstraknya. Murid sering merasa kesulitan untuk mengaitkan matematika yang dipelajarinya di kelas dengan berbagai situasi riil, dan juga mengalami kesulitan dalam menghubungkan antara pengetahuan matematika yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Salah satu model yang diusulkan adalah di mana guru mulai dengan sebuah contoh atau situasi yang realistis, mengubahnya menjadi sebuah model matematika, mengarahkannya ke solusi matematika, yang kemudian diinterprestasikan kembali sebagai sebuah solusi yang realistik. Strategi semacam ini jelas akan berguna dalam mengaitkan pengetahuan dan aplikasi matematika dan dunia riil.
(Oleh: Rosalia Widi Lumantari, Guru Matematika SMP Sint Carolus)
-
there are no comments yet